ulasan
Buku Terima Kasih Sudah Mengatakannya: Pelan-pelan Memahami Diri Lewat Kata

Yoursay.id - Beberapa waktu lalu banyak yang merekomendasikan untuk baca buku Terima Kasih Sudah Mengatakannya karya Kim Yu-jin. Buku ini berisi tentang cara berkomunikasi kita serta melindungi hati kita dari kata-kata yang mungkin berpeluang untuk melukai kita.
Tidak ada ekspektasi macam-macam sih awalnya, hanya ingin membaca sesuatu yang ringan, yang bisa menemani sore-sore sambil ngeteh di balkon. Tapi ternyata, buku ini lebih dari sekadar teman santai.
Buku ini terdiri dari enam bagian, dan bagian kelima rasanya menjadi bab yang paling membekas. Babnya tentang bagaimana cara menjaga diri dan hubungan lewat kata-kata dalam percakapan.
Tapi jangan khawatir, isinya jauh dari kesan rumit. Justru bab ini terasa paling relevan karena banyak menyentuh situasi-situasi yang akrab banget dengan kehidupan sehari-hari.
Terutama soal bagaimana kita berkomunikasi, dan cara menjaga diri dari kata-kata yang nggak selalu tampak menyakitkan di permukaan, tapi ternyata bisa sangat berpengaruh.
Satu esai di bab ini yang mungkin bisa membuat pembaca mikir dalam adalah Percakapan Tidak Hanya dengan “Kata-kata”.
Kadang kita terlalu fokus sama apa yang diucapkan, tapi lupa kalau sikap, tatapan, bahkan diamnya seseorang juga bisa jadi bagian dari percakapan.
Menarik sekali bagaimana penulis mencoba mengajak pembaca untuk menyadari hal-hal sepele yang biasa kita remehkan.
Kalau kalian sering baca esai dair buku Korea, pasti tidak asing dengan gaya penulisannya. Biasanya penulis menyelipkan sedikit kisaha pribadinya pada beberapa bab di dalam novel. Sama hal nya dengan buku ini.
Tapi yang membedakan, Kim Yu-jin tidak hanya curhat. Ia menyampaikan opininya dengan rapi, dan bahkan merujuk pada buku-buku ilmiah atau kutipan dari penulis lain yang relevan.
Jadi tidak terasa seperti baca diari orang yang kadang terlalu personal dan tidak nyambung sama pembaca.
Justru di sini letak keunggulannya. Esai-esai yang ditulis terasa dekat, tapi tidak ‘menempel’ terlalu kuat pada kehidupan pribadi si penulis.
Kita bisa menikmati, merenung, dan merasa terlibat tanpa harus tahu detail hidupnya. Kisah-kisah yang ditulis sangatlah relate dengan kehidupan semua orang. Beberapa tema yang diangkat seperti tentang cinta, rasa luka, hubungan dengan orang lain, dan lain-lain.
Tapi ya, namanya juga buku, tetap ada bagian yang agak bikin kening berkerut. Di awal-awal membaca, rasanya isi buku ini cukup akrab dan mudah dicerna. Mungkin karena kita memiliki banyak budaya yang sama, karena sama-sama berasal dari Asia.
Dengan nilai-nilai hidup yang nggak terlalu berbeda, jadinya pemikiran dan pengalaman penulis terasa relate dan gampang nyantol di kepala.
Tapi semakin ke belakang, ada beberapa pembahasan yang sedikit menyentuh realitas Korea. Tentunya tidak semua hal ini bisa kita pahami sepenuhnya.
Bisa juga karena ada perbedaan bahasa dan nuansa yang sulit diterjemahkan secara utuh. Tapi ya itu wajar sih, namanya juga karya dari negeri orang.
Satu hal yang menarik buatku adalah tone buku ini. Biasanya, buku-buku self-help asal Korea punya kesan menenangkan, seperti pelukan hangat yang bikin hati adem. Tapi buku yang satu ini terasa lain, lebih tenang, bahkan cenderung dingin.
Ia bukan datang untuk menghibur atau membujuk. Justru terasa lebih dingin, tapi bukan berarti menyakitkan. Dinginnya tuh kayak kenyataan yang disampaikan dengan tenang.
Tidak berlebihan, tapi juga tidak memaksa. Rasanya lebih ke menyadarkan kira bahwa inilah yang akan kamu lalui.
Kalau kamu sedang menikmati waktu senggang sambil membaca buku yang santai, buku ini menjadi pilihan yang oke banget.