News
Tragedi Ponpes Al Khoziny: 5 Fakta Terbaru yang Bikin Nyesek

Yoursay.id - Cerita pilu dari tragedi ambruknya Pondok Pesantren Al Khoziny, Sidoarjo, ternyata masih menyisakan duka yang mendalam. Di saat tim DVI berjibaku mengidentifikasi para korban, muncul desakan keras dari para pegiat hukum agar kasus ini tidak berhenti di jeruji besi saja.
Ada tuntutan baru yang lebih fundamental: keadilan finansial untuk para keluarga korban. Ini dia lima fakta terbaru dari kasus yang mengguncang dunia pendidikan ini.
1. Update Korban: 53 dari 67 Jenazah Sudah Teridentifikasi
Perjuangan tim DVI Polda Jatim terus membuahkan hasil. Dua jenazah tambahan berhasil diidentifikasi, sehingga total korban yang sudah dikenali kini mencapai 53 orang.
Dua korban yang baru saja teridentifikasi adalah Ahmad Haikal Fadil Al Fatih (12) dan Syamsul Arifin (18), keduanya berasal dari Bangkalan, Madura. Identifikasi mereka dipastikan melalui pencocokan DNA, data medis, dan barang-barang pribadi yang ditemukan.
2. Perjuangan Terakhir Tim DVI: 11 Kantong Jenazah Tinggal 'Potongan Tubuh'
Di balik kabar kemajuan ini, tim DVI kini menghadapi tantangan paling berat. Masih ada 11 kantong jenazah yang tersisa dan kondisinya sangat sulit untuk dikenali.
"Dari 11 kantong jenazah ada body part di dalamnya, cuma jumlahnya berapa kita belum tahu pasti. Kita nunggu hasil DNA,” kata Kabid Dokkes Polda Jatim, Kombes Pol M Khusnan Marzuki.
Kondisi jenazah yang tidak utuh ini membuat identifikasi visual atau medis jadi mustahil. Kini, satu-satunya harapan untuk memberikan nama pada 11 kantong jenazah itu hanya bergantung pada hasil tes DNA yang prosesnya memakan waktu.
3. Bukan Cuma Penjara, ICJR Desak Ganti Rugi (Restitusi) untuk Korban!
Di sisi lain, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menyuarakan tuntutan yang berbeda. Menurut mereka, fokus penegak hukum tidak boleh hanya pada menghukum pelaku. Ada yang jauh lebih penting: memenuhi hak-hak korban.
ICJR mendesak agar Polda Jatim memprioritaskan pemberian restitusi atau ganti rugi bagi para korban dan ahli warisnya.
"Perlindungan bagi para korban selamat yang mengalami luka/trauma dan keluarga korban... berhak atas restitusi tersebut dan seharusnya menjadi pusat perhatian dari proses penegakan hukum kasus ini," kata peneliti ICJR, Ajeng Gandini Kamilah.
4. Caranya? Sita dan Lelang Aset Milik Pesantren!
Lalu, dari mana uang ganti rugi itu berasal? ICJR punya usulan yang sangat konkret dan berani. Mereka mendesak penyidik untuk menelusuri, menyita, dan melelang aset atau harta kekayaan milik Pondok Pesantren Al Khoziny.
"ICJR memandang bahwa penyidik harus mulai memaksimalkan penelusuran dan membuat daftar... atas aset/harta kekayaan Pondok Pesantren untuk perampasan, penyitaan, dan pelelangan aset," tegas Ajeng.
Menurut mereka, aset sitaan itu nantinya tidak boleh hanya jadi barang bukti, tapi harus digunakan untuk memulihkan hak para korban.
5. Ini Bukan Tuntutan Ngasal, Kasus Kanjuruhan Jadi Contohnya
Tuntutan restitusi ini ternyata bukan sekadar wacana. ICJR mengingatkan bahwa praktik ini pernah berhasil dilakukan di Indonesia, yaitu pada kasus Tragedi Kanjuruhan. Saat itu, restitusi berhasil diberikan kepada para korban dalam kasus kelalaian yang menyebabkan kematian massal.
Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban juga secara tegas mengatur hak ini. Dengan total 171 santri yang jadi korban (104 selamat, 67 meninggal), desakan untuk keadilan restoratif ini terasa sangat kuat dan relevan.
Kini, kasus ini berada di persimpangan jalan. Antara perjuangan mengidentifikasi jasad yang tersisa dan perjuangan baru untuk menuntut keadilan finansial bagi mereka yang ditinggalkan.