Kolom
Saat Karangan Bunga Bicara: Untaian Doa dan Apresiasi Publik untuk Purbaya

Yoursay.id - Deretan karangan bunga berwarna-warni memenuhi halaman Kementerian Keuangan. Bukan untuk pesta pernikahan, bukan pula tanda belasungkawa, kali ini bunga-bunga itu bicara untuk menyampaikan rasa terima kasih rakyat.
Karangan bunga itu bukan sekadar hiasan. Ia adalah simbol dukungan publik untuk Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, yang baru saja mengumumkan keputusan penting.
‘Tidak menaikkan tarif cukai tembakau pada 2026’. Keputusan yang, bagi sebagian besar masyarakat kecil, berarti napas lebih panjang dalam menjaga penghidupan.
Dalam keterangannya, Purbaya menegaskan bahwa keputusan tersebut bukan diambil secara gegabah. Perhitungan matang sudah dilakukan, dengan satu tujuan yaitu menjaga dan melindungi ekosistem ekonomi nasional.
Pernyataannya langsung mendapat sambutan hangat, tak hanya di ruang digital, tapi juga di dunia nyata lewat karangan bunga yang membanjiri Kemenkeu.
Di antara deretan karangan bunga itu, pesan-pesan penuh rasa syukur terpampang jelas.
Ada yang datang dari Pimpinan Daerah Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia DIY (PD FSP RTMM SPSI DIY), menuliskan: “Terima kasih Pak Menteri, sudah membela buruh rokok. Bersama kita berantas rokok ilegal.”
Ucapan yang sederhana, namun merepresentasikan kegelisahan para buruh, pekerja di balik pabrik tembakau yang kini bisa bernapas lebih lega.
Dari Jawa Timur, asosiasi petani tembakau pun menyuarakan rasa terima kasih lewat untaian bunga. “Matur nuwun Pak Menteri, sudah melindungi sawah ladang kami di Jawa Timur dengan tidak menaikkan cukai di 2026.” Kalimat itu seolah membawa aroma tanah dan keringat petani, yang setiap musimnya berjibaku menjaga hasil panen.
Sementara di Jember, suara rakyat kecil terdengar dalam bahasa daerah yang hangat. “Pak Menteri, cukai ora naik, tembakau Jember iso panen tenang. Bapak wis jaga rejeki kami!” tulis para petani dengan penuh harap.
Jika diterjemahkan, pesan itu berarti: “Pak Menteri, karena cukai tidak naik, tembakau Jember bisa dipanen dengan tenang. Bapak sudah menjaga rezeki kami.” Untaian kata itu bukan sekadar ungkapan syukur, melainkan juga cermin rasa lega.
Di papan lain, asosiasi petani Jember menambahkan “Apresiasi tinggi untuk Pak Menteri, cukai 2026 tidak naik, mata pencaharian petani aman!”
Tulisan-tulisan itu tentunya tidak hanya sekadar rangkaian kata di papan bunga. Melainkan wujud nyata dari rasa syukur, doa, sekaligus pengakuan rakyat kecil yang merasa didengar.
Setiap kalimat yang tertulis mencerminkan betapa keputusan menteri tidak sekadar angka di atas kertas, melainkan berimbas langsung pada kehidupan mereka yang menggantungkan hidup pada tembakau.
Lebih jauh, karangan bunga itu mungkin akan layu dalam beberapa hari, warnanya akan memudar seiring waktu. Namun makna yang terkandung di balik setiap untaian bunga dan papan kayu itu akan tetap hidup.
Karangan bunga tersebut seakan menjadi pengingat, bahwa kebijakan ekonomi bukan hanya soal neraca negara, melainkan juga soal manusia-manusia kecil yang menggantungkan hidup pada setiap helai daun tembakau.