kolom

Apa Artinya Hemat Bila Nggak Bahagia?

Apa Artinya Hemat Bila Nggak Bahagia?
Poster Film Keluarga Super Irit (Dokumentasi Pribadi/ Athar Farha)

Yoursay.id - Di tengah tekanan ekonomi yang makin mencekik, hidup hemat menjadi semacam keutamaan baru. Setiap diskon diburu, tagihan dikaji ulang, dan pengeluaran diperas sedemikian rupa agar nggak keluar jalur. Hemat lalu berubah jadi gaya hidup, bahkan prinsip moral. Namun di titik tertentu, pertanyaan pun bakal muncul: Kapan berhemat mulai jadi bentuk lain dari ‘ketakutan’? Dan apa artinya hemat bila nggak bahagia?

Inilah pertanyaan yang diam-diam disodorkan Film Keluarga Super Irit, komedi keluarga buatan Sutradara Danial Rifki, yang diproduksi Falcon Pictures dan sudah tayang di bioskop sejak 12 Juni 2025. Dengan bintang utama pasangan Dwi Sasono dan Widi Mulia, serta tiga anak mereka sendiri: Widuri Puteri Sasono, Dru Prawiro, dan Den Bagus Sasono, film ini menghadirkan dinamika keluarga yang terasa dekat, tulus, sekaligus absurd.

Dalam film ini, keluarga Sukaharta menjalankan pola hidup super hemat yang ekstrem dan ‘nggak banget’. Listrik hanya dinyalakan pada jam tertentu. Mandi dibatasi dua ember. Makanan dibagi dengan akurasi nyaris ilmiah. Semua dilakukan dengan niat baik, yakni agar bisa bertahan hidup, agar anak-anak tetap sekolah, agar rumah tangga tetap stabil di tengah ekonomi yang nggak bersahabat.

Namun, lewat kisah yang dikemas ringan dan kocak, film ini memperlihatkan sisi lain dari hidup yang ‘terlalu hemat’. Ketika setiap kebutuhan harus dinegosiasi, ruang spontanitas pun terkikis. Ketika semua tindakan harus efisien, tawa pun terasa sebagai kemewahan yang mubazir.

Tanpa harus menggurui, film ini menyiratkan pesan terkait ‘hemat bukan hanya soal logika keuangan, tapi juga bisa lahir dari trauma’. Dari ketakutan akan kehilangan. Dari pengalaman lama yang menanamkan keyakinan bahwa kebahagiaan itu mahal dan harus dibatasi.

Karakter Linda (Widi Mulia), sang ibu, adalah contoh nyata dari orang yang percaya bahwa cinta bisa diwujudkan lewat pengaturan yang ketat. Dia bukan tokoh antagonis, bukan ibu jahat, tapi figur yang familier di banyak rumah tangga: seseorang yang menyamakan perlindungan dengan pengendalian.

Suaminya, Tony (Dwi Sasono), mencoba menyeimbangkan prinsip dan kenyataan. Sementara anak-anak mereka, Sally, Billy, dan Kenny, masing-masing menunjukkan bagaimana kebijakan rumah bisa memengaruhi pertumbuhan jiwa anak. Ada yang jadi terlalu pasrah. Ada yang mulai memberontak. Ada yang belajar jadi kritis sejak kecil.

Keluarga dalam film ini tentunya bukan karikatur. Mereka adalah cermin. Dan cermin itu memantulkan sesuatu yang seringkali enggan diakui, bahwa di banyak rumah, kebahagiaan bisa kalah sama ketakutan yang dibungkus niat baik.

Yang menarik, film ini nggak pernah secara terang-terangan menyalahkan siapa pun. Nggak ada tokoh yang benar-benar jahat. Bahkan Linda, dengan segala obsesinya, tetap digambarkan sebagai ibu yang tulus. 

Film ini mengingatkan kita, bahwa cinta di rumah nggak bisa dibangun hanya dari prinsip dan penghematan. Anak-anak nggak tumbuh dari angka, tapi dari tawa, sentuhan, dan kebebasan berekspresi. Hemat boleh, tapi jangan sampai itu jadi alasan untuk membatasi kasih sayang dan spontanitas.

Hidup mungkin menuntut kita untuk berhemat. Akan tetapi film ini juga nggak lupa mengingatkan, jangan sampai hemat berubah menjadi cara kita memotong-motong rasa bahagia.

Sudahkan Sobat Yoursay menonton Film Keluarga Super Irit? Jika belum, luangkanlah waktu sejenak dan resapi esensi pesan di dalamnya yang akan membuatmu berpikir ulang untuk melakukan penghematan ekstrem. Karena sesungguhnya, kebahagiaan itu nggak cuma soal uang dan kecukupan materi, tapi dari rasa syukur di tengah keterbatasan. 

Athar Farha

Athar Farha

Nonton Film dan Mengulasnya.

Total Artikel 1177

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Dapatkan informasi terkini dan terbaru yang dikirimkan langsung ke Inbox anda