kolom

Transformasi Pola Komunikasi Keluarga dari Telepon Rumah ke Chat dan Video Call

Transformasi Pola Komunikasi Keluarga dari Telepon Rumah ke Chat dan Video Call
Ilustrasi video call bersama keluarga (pexels/Andy Barbour)

Dulu, telepon rumah adalah jantungan rumah, berdering nyaring mengundang keluarga Berkumpul untuk mendengar Kabar dari jauh. Kini, layar ponsel telah mengambil alih, dengan chat dan Video Call menjadi jembatan baru antar hati.

Komunikasi keluarga, yang dulu terikat pada kabel dan waktu, kini mengalir bebas melalui aplikasi dan emoji. Transformasi ini, bagai sungai yang berganti alur, membawa kemudahan sekaligus kerumitan dalam menjaga kehangatan keluarga. Esai ini akan menyelami bagaimana perubahan dari telepon rumah ke dunia digital telah mengubah cara keluarga terhubung, dengan sedikit sindiran atas zaman yang serba cepat ini.

Keajaiban teknologi komunikasi modern tak bisa dipungkiri. Penelitian oleh Heidari, Kazemzadeh, dan Wadley (2016) dalam "ICTs Effect on Parents Feelings of Presence, Awareness, and Connectedness during a Child’s Hospitalization" menunjukkan bahwa teknologi seperti Video Call memungkinkan orang tua tetap merasa dekat dengan anak mereka yang dirawat di rumah sakit, meski terpisah jarak.

Bayangkan Video Call sebagai jendela ajaib: meski tubuh berjauhan, wajah dan suara bisa hadir, menenangkan hati yang resah. Teknologi ini telah mengikis batas ruang, memungkinkan keluarga tetap terhubung di tengah situasi sulit.

Namun, kemudahan ini tak selalu berarti keintiman. Pesan teks dan emoji, meski cepat, sering kali kehilangan nuansa emosi yang dulu tersampaikan lewat nada suara di telepon rumah. David-Barrett et al. (2016) dalam "Communication with family and friends across the life course" mengungkap bahwa komunikasi digital cenderung lebih sering, tetapi kurang mendalam dibandingkan interaksi langsung atau telepon.

Kita kini bisa mengirim seratus pesan sehari, tapi tetap merasa kosong karena tak ada pelukan atau tawa yang menyertai. Komunikasi keluarga, yang dulu seperti lukisan penuh warna, kini kadang hanya sketsa hitam-putih di layar.

Perubahan ini juga membawa tantangan baru: ketergantungan pada teknologi. keluarga yang dulu Berkumpul di ruang tamu untuk mengobrol kini sering terpaku pada layar masing-masing, bahkan saat berada di ruangan yang sama.

Group chat keluarga mungkin ramai, tetapi percakapan itu sering kali dangkal, penuh dengan “ok” atau stiker lucu. Bayangkan rumah sebagai panggung: dulu, setiap anggota keluarga adalah aktor yang bermain bersama, kini kita sering jadi penonton yang sibuk dengan skrip sendiri. Teknologi, yang seharusnya mendekatkan, kadang justru membangun tembok tak terlihat.

Ada pula soal akses dan kesenjangan. Tidak semua keluarga memiliki perangkat canggih atau internet stabil untuk menikmati Video Call atau aplikasi chatting. Di daerah terpencil, telepon rumah—jika masih ada—tetap jadi penyelamat, sementara smartphone adalah kemewahan.

Ironisnya, di era yang mengagungkan konektivitas, masih ada keluarga yang terputus karena teknologi tak merata. Namun, di sisi lain, aplikasi seperti WhatsApp atau Zoom telah memungkinkan kakek-nenek di desa melihat cucunya di kota, sesuatu yang dulu hanya bisa diimpikan melalui telepon rumah.

Untuk menjaga kehangatan keluarga di era digital, keseimbangan adalah kunci. Gunakan Video Call untuk mendengar tawa, bukan hanya mengirim pesan singkat. Sisihkan waktu untuk berbincang tanpa layar, seperti dulu saat telepon rumah jadi pusat cerita.

Anggaplah teknologi sebagai alat, bukan pengganti kebersamaan. Dengan sedikit usaha, chat bisa jadi jembatan, bukan jurang. Misalnya, jadwalkan panggilan video mingguan atau kirim pesan suara untuk menyampaikan emosi yang tak bisa dituangkan dalam teks. keluarga, bagaimanapun, adalah tentang hati yang terhubung, bukan hanya sinyal yang kuat.

Transformasi komunikasi keluarga adalah cerminan zaman yang terus berlari. Dari dering telepon rumah ke notifikasi chat, kita telah melangkah jauh, tetapi tantangannya tetap sama: menjaga kebersamaan di tengah perubahan. Mari jadikan teknologi sebagai pelayan, bukan tuan, dalam cerita keluarga kita. Dengan satu panggilan, satu pesan, atau satu tawa bersama, kita bisa merangkai kembali kehangatan yang dulu dirasakan di sekitar telepon rumah—kini, dalam genggaman tangan.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Dapatkan informasi terkini dan terbaru yang dikirimkan langsung ke Inbox anda