Entertainment
Film Jangan Panggil Mama Kafir, Bikin Mikir Beratnya Cinta Lintas Agama

Ada hal yang nggak sederhana ketika cinta bertemu dengan iman. Di antara dua rasa yang sama-sama suci, manusia seringkali terjebak di persimpangan. Apakah harus mencintai sepenuhnya, atau percaya sepenuhnya?
Film Jangan Panggil Mama Kafir yang disutradarai Dyan Sunu Prastowo dan sudah rilis sejak 16 Oktober 2025 ini, hadir dengan keberanian yang jarang muncul di layar lebar Indonesia, yakni menyoroti kisah cinta yang melintasi batas keyakinan, dan mempertanyakan sejauh mana cinta bisa bertahan di hadapan iman yang kokoh.
Film ini dibintangi bintang-bintang kece lho, di antaranya: Michelle Ziudith sebagai Maria, Giorgino Abraham sebagai Fafat, serta Elma Theana yang tampil kuat sebagai Umi Habibah, si ustazah yang jadi poros moral dalam cerita film ini.
Dari luar, film ini mungkin tampak seperti melodrama keluarga, tapi begitu kita masuk ke dalam ceritanya, kita akan sadar bahwa film dari Maxima Pictures berbicara tentang sesuatu yang jauh lebih dalam, yakni tentang cinta yang ingin hidup di tengah batas, dan iman yang menuntut ketaatan di atas segalanya.
Cinta yang Lahir dari Dua Dunia

Kisahnya sederhana. Fafat, putra ustazah, jatuh cinta pada Maria, perempuan non-muslim. Keduanya saling mencintai tanpa rencana, tanpa politik agama, tanpa ambisi untuk saling mengubah. Hanya cinta, yang tumbuh begitu saja, sebagaimana bunga liar yang nggak peduli tanah tempatnya tumbuh.
Namun seperti biasa, cinta yang tumbuh di atas perbedaan keyakinan seringkali dipandang sebagai kesalahan.
Hubungan mereka ditentang, terutama dari keluarga Fafat yang menganggap cinta itu bentuk penyimpangan. Namun Fafat tetap menikahi Maria. Mereka membangun rumah tangga, dikaruniai anak perempuan bernama Laila (diperankan Humaira Jahra), dan sempat mencicipi kebahagiaan sebelum tragedi menimpa.
Fafat meninggal dalam tragedi kecelakaan, meninggalkan pesan terakhir yang mengguncang hati. Fafat meminta Maria untuk membesarkan Laila sesuai ajaran Islam. Dari titik inilah film bergerak pelan tapi dalam, bukan lagi tentang cinta dua insan, melainkan tentang cinta seorang ibu yang berusaha menepati janji terakhir orang yang dicintai, meski berarti berjalan di jalan keyakinan yang bukan miliknya.
Ketika Iman Menjadi Ujian Cinta

Apa jadinya ketika cinta menuntun seseorang untuk memeluk nilai-nilai iman yang nggak pernah dipelajari sebelumnya? Inilah konflik sejati yang disajikan film ini dengan lembut dan jujur.
Maria bukanlah gambaran penolakan agama lain, justru jadi cerminan kemanusiaan universal. Yup, ibarat seseorang yang memilih menghormati keyakinan yang nggak dia anut, demi janji dan cinta yang tulus.
Melalui karakter Maria, Dyan Sunu Prastowo seperti ingin berkata, “Iman nggak hanya milik mereka yang mengucap syahadat, tapi juga milik mereka yang menepati janji dengan hati bersih.”
Dan di sinilah kejujuran film ini terasa nyata. Di tengah industri perfilman yang sering menghindari isu lintas keyakinan karena dianggap ‘sensitif’, film ini memilih menatap langsung dilema itu. Tanpa berteriak, nggak menggurui, nggak juga mencari sensasi. Yup, sebatas bercerita dengan suara yang lirih tapi dalam, terkait dua manusia yang mencoba mencintai tanpa kehilangan arah spiritual masing-masing.
Keberanian di Balik Kesederhanaan Cerita

Banyak film berbicara tentang cinta, tapi sedikit yang berani membicarakan cinta dalam bingkai iman. Film ini nggak mencoba menjadi heroik, malah tampak sederhana dan apa adanya.
Terasa banget Dyan Sunu Prastowo tahu bahwa tema cinta beda agama adalah wilayah yang banyak risiko. Salah ucap sedikit, film bisa dianggap menyinggung; salah arah sedikit, bisa dituduh mempropagandakan sesuatu yang nggak pantas.
Kerennya, sang sutradara berhasil buat nggak memaksa penonton untuk memilih siapa yang benar. Dia hanya mengajak kita melihat, di balik setiap ajaran agama, ada kasih yang sama-sama ingin dimengerti. Dalam setiap larangan dan batas, masih ada ruang kecil di mana cinta bisa bernapas.
Buruan Ke Bioskop Gih!

‘Jangan Panggil Mama Kafir’ nggak sebatas film tentang perbedaan keyakinan. Ini bak doa tentang keberanian mencintai tanpa menghapus keyakinan, tentang menepati janji tanpa mengkhianati iman.
Dalam dunia yang sering memaksa kita memilih antara siapa yang benar dan siapa yang salah, film ini mengingatkan pada kita. Terkadang, cinta nggak butuh pembenaran.
Apakah Sobat Yoursay tertarik nonton Film Jangan Panggil Mama Kafir? Langsung cus ke bioskop sebelum turun layar, ya!