ulasan

Review Film We Are Guardians: Dokumenter tentang Kerusakan Hutan yang Miris

Review Film We Are Guardians: Dokumenter tentang Kerusakan Hutan yang Miris
Poster Film We Are Guardians (IMDb)

Yoursay.id - Ada suara yang nggak bisa kita abaikan ketika menonton Film We Are Guardians, dan itu bukan sekadar denting chainsaw atau jerit burung dari atas kanopi Amazon. Dan itu suara-suara yang datang dari manusia: yang mempertahankan, yang merusak, dan yang hanya mencoba bertahan hidup. Dokumenter ini mengajak penonton buat menyusuri setiap jengkal konflik, udara lembap, dan ketegangan yang nyaris nggak pernah usai.

We Are Guardians’ berdurasi ±85 menit dan dirilis pada tahun 2023, dengan penayangan festival di HotDocs, kemudian dirilis lebih luas pada 2024 di beberapa platform termasuk Netflix Latin America. Sebelumnya, film ini mendapat sejumlah penghargaan, termasuk Best Brazilian Documentary dan Cultures of Resistance Award di Mostra São Paulo 2023, serta Best Documentary di Raindance Film Festival London. Asli, keren!

Disutradarai tiga orang dari latar belakang yang berbeda: Edivan dos Santos Guajajara (sineas sekaligus pejuang hak adat), lalu ada Chelsea Greene, dan Rob Grobman. Film ini merupakan hasil produksi kolaborasi antara Mídia Indígena, Highly Flammable, Appian Way (perusahaan milik Leonardo DiCaprio), Random Good, dan One Forest.

Film ini nggak menampilkan bintang film seperti biasanya, melainkan menghadirkan tokoh-tokoh nyata dengan peran mereka masing-masing: Marçal Guajajara, pemimpin pertahanan adat dari suku Guajajara; Puyr Tembé, aktivis perempuan yang menyuarakan keadilan dari Belém hingga ke Brasilia; lalu logger bernama Valdir Duarte yang hidup dari penebangan ilegal; hingga Tadeu Fernandes, pengusaha yang mencoba menyulap lahan luas menjadi ecosanctuary meski terus dirundung frustrasi akibat kelambanan birokrasi.

Impresi Selepas Nonton Film We Are Guardians

Suka deh sama desain suara film ini. Lembut tapi juga kontras: dari suara jangkrik dan burung, lalu tiba-tiba dibelah suara gergaji mesin yang memekakkan telinga. Kontras ini bukan cuma efek sinematik, tapi metafora dari ketidakseimbangan yang terjadi di Amazon.

Film ini menelusuri beragam sisi dari konflik lingkungan: para penjaga hutan (indigenous guardians), para penebang pohon, petani kecil, hingga pelaku konservasi. 

Menariknya, para sutradara nggak serta-merta memilih pihak. Meski dari cara film ini dibangun, jelas simpati terbesar diarahkan pada komunitas adat. Namun, aku juga bisa merasakan dilema moral dari sosok Valdir Duarte, si penebang ilegal yang berkata, “Kami tahu ini melanggar hukum, tapi kalau nggak begini, kami makan dari mana?”

Jujur saja, aku kayak dipaksa untuk nggak menilai secara hitam-putih. Ada kompleksitas yang pelik. Ada manusia di balik semua pilihan sulit itu.

Secara visual, film ini memanjakan mata dengan lanskap udara Amazon yang cantik tapi menyayat hati secara bersamaan. Karena seringkali, bidikan indah itu berakhir di wilayah gundul hasil pembabatan. Aku juga diperkenalkan pada ilmuwan iklim, Luciana Gatti, yang menjelaskan pentingnya fungsi hutan dalam menciptakan hujan dan menstabilkan iklim global.

Aku juga sangat terkesan dengan cara film ini menyisipkan infografik dan peta yang membuat isu besar perubahan iklim terasa lebih konkret dan bisa dipahami. Namun, bukan itu yang paling membekas. Bagiku, momen paling kuat justru hadir dalam bentuk yang sangat manusiawi, yakni ketika Puyr Tembé menghadapi sekelompok pencuri buah açaí. Bukannya bentrok atau pakai cara kekerasan lainnya, mereka malah berdiskusi. Tegas, tapi damai. Dan dari situ, aku merasa masih ada harapan.

We Are Guardians’ bukan dokumenter yang ngasih solusi mudah, karena memang nggak ada. Akan tetapi film ini memberi ruang bagi kita untuk memahami, merasakan, dan mungkin mulai peduli. 

Kalau Sobat Yoursay ingin nonton sesuatu yang lebih dari sekadar tontonan, tapi pengalaman yang membuka mata, hati, dan pikiran, jelas Film We Are Guardians adalah jawabannya. Coba deh ditonton, biar apa? Agar ‘melek’ dan paham kalau bumi kita itu sebenarnya nggak baik-baik saja dan supaya (minimal) tumbuh perasaan peduli pada lingkungan sekitar. 

Skor: 4/5

Athar Farha

Athar Farha

Nonton Film dan Mengulasnya.

Total Artikel 1172

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Dapatkan informasi terkini dan terbaru yang dikirimkan langsung ke Inbox anda