Rona
Hari Hutan Indonesia: Seruan dari 1,4 Juta Suara untuk Hutan

Yoursay.id - Tak terbayang berapa banyak hutan Indonesia yang hancur dibabat manusia dan dikeruk demi keuntungan. Berdalih pembangunan, namun tanpa tanggung jawab hingga menimbulkan kerugian tak terhingga. Padahal para penambang, penebang, hingga produsen hasil alam adalah sekumpulan orang pintar yang tentunya terpelajar. Namun sayangnya, memilih menutup mata dan telinga demi kekayaan sesaat.
Hutan bukan hanya lahan kosong. Ia adalah napas umat manusia sedunia, rumah bagi mahluk hidup yang lain, dan sumber kehidupan yang mengalirkan air bersih untuk menghidupkan bumi. Kenapa manusia juga tak kunjung sadar. Jika mereka telah merusak hidup sendiri. Gelar dan jabatan tinggi, ternyata tak seiring dengan pemahaman akan hal tersebut. Sungguh ironis bahwa pendidikan hanya berhenti di nilai rapot dan ijazah, tapi tak sampai ke hati.
Hari Hutan Indonesia: Untuk Nadi Kehidupan
Mengapa 7 Agustus?
Hari Hutan Indonesia bukanlah peringatan yang lahir dari meja rapat pemerintah. Ia lahir dari suara publik. Pada 7 Agustus 2020, sebuah petisi dengan 1,4 juta tanda tangan menyerukan satu hal: kita butuh satu hari khusus untuk merayakan dan menjaga hutan. Dari sinilah Hari Hutan Indonesia lahir—sebagai tanda bahwa kesadaran dan kepedulian bisa tumbuh dari akar rumput, bukan hanya dari kebijakan.
Namun, hutan tidak hanya membutuhkan hari peringatan. Ia butuh penjaga. Akan selalu ada pihak yang merusak—dari penebangan ilegal, kebakaran hutan, hingga penambangan tanpa pemulihan lahan. Karena itu, kita memerlukan lebih banyak orang yang memilih untuk menjaga.
Reklamasi: Mengembalikan Napas yang Hilang
Reklamasi hutan adalah proses memulihkan lahan yang rusak agar kembali berfungsi optimal sesuai peruntukannya. Ini bukan sekadar menanam pohon. Reklamasi mencakup perbaikan tanah, pengendalian erosi, dan memastikan vegetasi yang ditanam mampu hidup serta memberi manfaat ekologis. Tujuannya jelas: mengembalikan hutan sebagai penyangga kehidupan—rumah bagi satwa liar, sumber air bersih, dan penjaga keseimbangan iklim.
Hutan bukanlah “lahan kosong” yang bisa diambil seenaknya. Ia adalah paru-paru dunia, penyaring udara, penahan banjir, pengatur cuaca, dan sumber pangan. Dari napas yang kita hirup hingga air yang kita minum—semuanya bersumber dari kesehatan hutan.
Perubahan Dimulai dari Langkah Kecil
Kabar baiknya, menyelamatkan hutan tidak selalu harus dengan aksi besar. Kita bisa memulainya dari rumah:
- Kurangi Sampah & Pilah dari Rumah
Sampah yang tidak terkelola sering berakhir di sungai dan hutan. Memilah sampah membantu proses daur ulang dan mengurangi beban TPA.
- Hemat Tisu
Tisu berasal dari serat kayu. Semakin banyak tisu yang kita konsumsi, semakin banyak pohon yang ditebang. Pilih tisu daur ulang, berlabel FSC, atau ganti dengan kain lap yang bisa dicuci.
- Bawa Kantong Belanja Sendiri
Plastik sekali pakai sulit terurai dan bisa mencemari hutan, sungai, bahkan laut. Kantong belanja kain adalah investasi kecil dengan dampak besar.
Hutan Ada di Kehidupan Sehari-hari
Kita sering membayangkan hutan sebagai tempat jauh, lebat, dan sunyi. Padahal, hutan hadir di keseharian kita—di meja makan, di udara yang kita hirup, bahkan di obat yang kita minum. Menjaga hutan berarti menjaga diri sendiri, keluarga, dan masa depan.
Karena itu, Hari Hutan Indonesia bukan sekadar tanggal di kalender. Ia adalah pengingat bahwa setiap tindakan, sekecil apa pun, punya dampak. Tidak perlu menunggu sempurna—yang kita butuhkan adalah jutaan langkah kecil yang dilakukan dengan konsisten.
Untuk hutan. untuk nadi kehidupan. Dari napas yang kita hirup, air yang mengalir, hingga pangan yang tumbuh dari tanah. Dan hutan adalah denyutnya. Mari mulai dari hal kecil. Mulai dari diri. Mulai dari sini. Selamat hari hutan indonesia, setiap hari.