News
Brutalitas Polisi Cuma Dianggap Khilaf? Pernyataan Prabowo Bikin Publik Makin Gerah

Yoursay.id - Di tengah duka dan amarah publik atas jatuhnya korban jiwa dan luka-luka dalam demo ricuh, Presiden Prabowo Subianto muncul dengan sebuah pernyataan yang bukannya menenangkan, malah justru menyulut api baru. Saat menjenguk para polisi di rumah sakit, ia menyebut tindakan brutal aparat di lapangan sebagai sebuah "kekhilafan".
Sontak, pilihan kata ini langsung jadi sorotan tajam. Banyak yang merasa kata "khilaf" terlalu ringan dan sama sekali tidak sepadan dengan nyawa yang hilang dan luka fisik maupun mental yang dialami para korban.
Saat 'Khilaf' Dijadikan Alasan
Momen ini terjadi saat Prabowo mengunjungi RS Bhayangkara, Jakarta Timur, Senin (1/9/2025). Di hadapan media, ia mencoba menjelaskan posisi aparat kepolisian yang bertugas di tengah situasi chaos.
"Saya datang karena polisi kadang-kadang ya namanya menegakkan hukum, kadang-kadang ada yang khilaf, kadang-kadang ada keterpaksaan," kata Prabowo.
Ia kemudian mencoba mengalihkan tanggung jawab utama kepada para perusuh. "Kalau ada korban yang benar-benar salah adalah yang buat kerusuhan, sampai rakyat tidak berdosa jadi korban," sambungnya.
Meskipun Prabowo menegaskan bahwa oknum yang keliru akan ditindak, penggunaan kata "khilaf" sudah terlanjur melukai rasa keadilan publik.
Beda Arti, Beda Rasa: Apa Sih Sebenarnya Makna 'Khilaf'?
Mari kita bedah sejenak. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), "khilaf" artinya keliru atau salah (yang tidak disengaja). Kata ini menyiratkan sebuah kesalahan kecil, sebuah ketidaksengajaan, mirip seperti salah ambil barang atau salah ucap.
Namun, kalau kita lihat makna aslinya dari bahasa Arab, "khilaaf" (خلاف) punya arti yang lebih dalam. Mengutip laman UIN Jakarta, kata ini bisa berarti "berlawanan dengan aturan", "tidak patuh", bahkan "melanggar janji". Jadi, ada unsur kesengajaan untuk melawan aturan yang sudah ada.
Nah, di sinilah letak masalahnya. Dengan menggunakan kata "khilaf" versi KBBI, pernyataan Prabowo seolah meremehkan tindakan brutal aparat. Kekerasan yang terjadi di lapangan, dari pemukulan, tendangan, hingga insiden yang menewaskan korban, digambarkan seolah-olah hanya sebuah "kesalahan kecil yang tak disengaja".
Ini sangat kontras dengan rekaman-rekaman video yang beredar, yang menunjukkan tindakan represif yang terlihat sistematis dan penuh emosi dari oknum aparat.
Janji Berantas Mafia dan Bela Rakyat
Setelah pernyataan kontroversial itu, Prabowo mencoba mengalihkan fokus. Ia berjanji akan mengusut tuntas siapa dalang di balik kerusuhan dan tidak akan ragu membela rakyat.
"Saya akan hadapi mafia-mafia yang sekuat apapun, saya hadapi atas nama rakyat. Saya bertekad memberantas korupsi sekuat apapun mereka. Demi Allah, saya tidak akan mundur setapak pun, saya yakin rakyat bersama saya," ujarnya.
Sebuah janji yang gagah berani. Tapi, bagi publik yang masih terluka, janji ini terasa hambar selama negara masih menganggap brutalitas aparatnya sebagai sebuah "kekhilafan" belaka.
Pilihan kata seorang pemimpin di saat krisis sangatlah penting. Dan kali ini, kata "khilaf" justru menjadi bumerang yang membuat jarak antara pemerintah dan rakyatnya terasa semakin jauh.