Lifestyle
Cantik tapi Sesak? Bahaya Korset yang Dipakai Terlalu Ketat

Yoursay.id - Pinggang ramping seolah jadi simbol keindahan tubuh yang tak lekang oleh waktu. Mulai dari era Victoria sampai era TikTok, korset selalu punya tempat tersendiri dalam dunia fashion.
Kini, tren waist trainer kembali ramai di media sosial, banyak yang mengklaim bisa membentuk tubuh secara instan hanya dengan “sedikit tekanan.” Namun, di balik lekuk pinggang yang menawan, ada napas yang tertahan.
Masalahnya muncul saat orang memakai korset ekstrem hanya demi tampil kurus dalam waktu singkat. Tubuh manusia sebenarnya tidak didesain untuk ditekan terus-menerus.
Penggunaan waist trainer atau korset jangka panjang bisa membuat otot inti melemah karena alat itu mengambil alih fungsi alami otot penyangga. Itu artinya, begitu kamu berhenti memakai korset, tubuhmu justru bisa terlihat lebih bungkuk karena otot kehilangan kekuatannya.
Risiko Tersembunyi Dibalik Korset
Menurut artikel dari Healthline berjudul “Are Waist Trainers Dangerous?” penggunaan korset terlalu ketat bisa menekan diafragma dan mengurangi kemampuan paru-paru untuk mengambil udara secara penuh, yakni peneliti menemukan bahwa kapasitas ventilasi maksimal turun secara signifikan saat seseorang mengenakan waist trainer.
Akibatnya, napas jadi lebih pendek dan cepat lelah, terutama kalau dipakai dalam waktu lama.
Bukan cuma itu. Artikel resmi dari Cleveland Clinic juga menyebutkan bahwa tekanan konstan dari korset dapat memengaruhi organ dalam, seperti lambung dan usus. Tekanan di perut bisa memicu gangguan pencernaan, gas berlebih, bahkan refluks asam lambung (GERD).
Jadi kalau kamu merasa dada panas atau begah setelah memakai korset seharian, itu bisa jadi tanda tubuhmu sedang “protes”.
Risiko korset ternyata tidak hanya sebatas gangguan pernapasan atau pencernaan. Dalam dunia medis, ada kasus langka yang jauh lebih serius.
Sebuah laporan dalam jurnal Cureus mencatat seorang perempuan berusia 51 tahun mengalami acute lower limb ischemia (ALI) setelah memakai waist trainer ketat pasca liposuction.
ALI adalah kondisi darurat ketika aliran darah ke tungkai bawah tiba-tiba terhambat akibat pembekuan atau penyumbatan pembuluh arteri. Pasien dalam kasus ini mengalami nyeri parah di kaki kanan, dan pemeriksaan menunjukkan adanya sumbatan pada beberapa arteri utama.
Dokter menduga tekanan kuat dari korset memicu cedera pembuluh darah dan terbentuknya gumpalan darah.
Kasus ini memang jarang terjadi, tapi memberi peringatan bahwa tekanan ekstrem pada tubuh bisa berdampak pada sistem vaskular dan bahkan berpotensi mengancam nyawa.
Korset: Penopang bukan Penyiksa
Namun, bukan berarti korset sepenuhnya musuh. Artikel MedicalNewsToday mengatakan bahwa banyak juga yang memakainya dengan alasan medis, yaitu sering direkomendasikan dokter untuk membantu memperbaiki postur tubuh dan mengurangi nyeri punggung, asalkan digunakan sesuai anjuran dan tidak terlalu ketat.
Dalam konteks ini, korset bisa menjadi penopang, bukan penyiksa.
Meski begitu, korset modern kini lebih nyaman dibandingkan versi abad ke-18 yang keras dan kaku. Banyak brand membuatnya dari bahan elastis, breathable, dan ringan.
Selama dipakai dengan bijak: tidak lebih dari 6-8 jam sehari, tidak terlalu ketat, dan tetap diimbangi olahraga, korset masih bisa jadi teman baik tubuh.
Korset juga punya manfaat psikologis bagi sebagian orang. Ada yang merasa lebih percaya diri saat memakainya, karena postur jadi tegak dan pakaian tampak lebih pas di badan.
Selama penggunaannya tidak menimbulkan sesak, nyeri, atau luka, efek percaya diri itu bisa jadi hal positif. Namun, tetap penting untuk diingat: korset seharusnya membantu, bukan menyiksa.
Singkatnya, memakai korset tidak salah, asal tahu batas. Jangan sampai demi mengejar pinggang “sempurna”, tubuh justru menanggung risiko jangka panjang.
Cantik bukan berarti sesak napas, dan percaya diri seharusnya datang dari rasa nyaman, bukan tekanan di dada.