Kolom
Dear PSSI, Tolong Kembalikan Antuasiasme Kami pada Timnas Indonesia

- Antusiasme suporter meredup, stadion sering kosong meski Indonesia jadi tuan rumah.
- PSSI diminta berbenah dengan strategi jangka panjang, komunikasi transparan, dan hasil konsisten untuk kembalikan kepercayaan publik.
- Performa Timnas menurun pasca era Shin Tae-yong, gaya bermain monoton, gagal lolos Piala Asia U-23 2026.
Yoursay.id - Kegagalan demi kegagalan yang dialami Timnas Indonesia belakangan ini mulai berdampak pada rasa percaya diri dan kebanggaan publik. Tak hanya di level prestasi, tetapi juga pada level paling dasar, yakni semangat para suporter.
Antusiasme yang dulu begitu membara, kini perlahan meredup. Antara Timnas Indonesia, suporter, dan antusiasme yang dulu menyatu dalam euforia kemenangan, sekarang terasa renggang akibat serangkaian hasil dan keputusan yang kurang meyakinkan.
Banyak pihak menyesalkan kegagalan Timnas Indonesia U-23 untuk lolos ke Piala Asia U-23 2026. Publik, terutama di media sosial, mengungkapkan kekecewaannya secara terbuka. Sorotan tertuju pada pelatih Gerald Vanenburg yang dinilai tak mampu menghadirkan permainan kreatif seperti era sebelumnya di bawah Shin Tae-yong.
Gaya bermain Timnas yang dianggap monoton membuat banyak suporter merindukan kembali sosok pelatih asal Korea Selatan tersebut.
Kritik pun datang bertubi-tubi. Tak sedikit yang menyayangkan turunnya performa pasukan Merah Putih setelah kepergian pelatih yang berhasil membawa Garuda Muda ke semifinal Piala Asia U-23 2024 itu. Sebuah sindiran yang menyakitkan, tetapi juga seharusnya menjadi cermin bagi federasi.
Dear PSSI, Kembalikan Antusiasme Kami
Tak berhenti di tim U-23, penurunan performa juga terasa di level Timnas senior. Setelah tren positif di era Shin Tae-yong, performa tim mulai menunjukkan tanda-tanda penurunan. Meskipun sempat menembus 16 besar Piala Asia 2023, performa di laga-laga berikutnya jauh dari kata konsisten.
Beberapa pemain peninggalan era Shin Tae-yong masih menunjukkan kualitas. Namun secara keseluruhan Timnas kesulitan bersaing dengan tim-tim Asia lainnya. Komposisi pemain yang belum optimal dan strategi yang dianggap kurang tajam menjadi alasan utama.
Yang lebih memprihatinkan lagi adalah mulai menurunnya antusiasme suporter. Saat Timnas U-23 tampil di Piala AFF U-23 2025 yang digelar di Jakarta, stadion banyak terlihat kosong, meskipun Indonesia menjadi tuan rumah dan meraih kemenangan besar. Fenomena ini menunjukkan bahwa dukungan publik kini bersifat fluktuatif, tergantung pada hasil yang diraih.
Namun, animo tinggi sempat kembali muncul ketika Timnas senior menghadapi China di Kualifikasi Piala Dunia 2026. Tiket pertandingan terjual habis dalam waktu singkat. Artinya, suporter Indonesia sejatinya masih memiliki gairah tinggi, hanya saja mereka butuh alasan kuat untuk kembali percaya.
PSSI seharusnya menjadikan kondisi ini sebagai panggilan untuk berbenah. Tidak cukup hanya menyalahkan fisik pemain atau kondisi teknis semata. Strategi jangka panjang, komunikasi yang baik dengan publik, serta pembinaan berkelanjutan harus segera dijalankan secara serius dan profesional.
Penting pula bagi federasi untuk memahami bahwa membangun hubungan emosional dengan suporter tidak kalah penting dibanding merancang taktik di lapangan. Dukungan suporter adalah nyawa sepak bola nasional, dan ketika antusiasme mereka luntur, maka gairah kompetisi juga akan ikut menurun.
Solusi konkret bisa dimulai dari memperbaiki kualitas permainan dan hasil pertandingan. Selain itu, aspek hiburan di stadion perlu ditingkatkan agar suporter merasa betah dan terlibat. Engagement di media sosial juga harus aktif, transparan, dan tidak mengabaikan suara fans.
Langkah-langkah itu mungkin tidak langsung mengubah segalanya, tetapi akan menumbuhkan kembali kepercayaan yang hilang. Yang dibutuhkan suporter bukan hanya kemenangan, tetapi juga komitmen dan arah yang jelas dari federasi.
Kegagalan U-23 dan performa senior yang menurun seharusnya tidak dianggap sebagai musibah, melainkan momentum. Momentum untuk mengevaluasi sistem, struktur, dan cara PSSI memimpin sepak bola Indonesia. Publik tidak anti kritik, tapi mereka akan berhenti peduli jika tidak ada perubahan nyata.
Kini saatnya PSSI membuka telinga dan hati. Antusiasme publik bukan sesuatu yang bisa dibeli atau dipaksakan, tapi harus dirawat melalui kerja keras, transparansi, dan konsistensi. Rasa cinta suporter terhadap Timnas Indonesia tak pernah benar-benar hilang, hanya sedang menunggu alasan untuk kembali percaya.
Kami, para suporter, tidak pernah lelah mencintai Timnas Indonesia. Tapi cinta juga butuh alasan untuk bertahan. PSSI, kami menunggu bukan hanya kemenangan, tetapi juga harapan. Kembalikan semangat kami, antusiasme kami, dan rasa bangga kami terhadap Timnas. Jangan biarkan rasa cinta ini memudar hanya karena kegagalan yang tak pernah dievaluasi. Buktikan bahwa Timnas Indonesia memang layak didukung, dengan cara yang benar.