Kolom
Sikap Ksatria Rahayu Saraswati, Teladan Integritas dalam Dunia Politik

Yoursay.id - Artikel opini terkait Rahayu Saraswati berikut ini ditulis oleh M. Azis Tunny.
Dalam dunia politik yang kerap kali dipenuhi intrik, kepentingan, dan citra, keputusan Rahayu Saraswati untuk mundur dari jabatannya sebagai anggota DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra layak mendapat apresiasi setinggi-tingginya karena menyejukkan nalar publik.
Langkah ini bukan hanya mencerminkan tanggung jawab moral, tetapi juga menunjukkan integritas pribadi yang layak diapresiasi. Terlebih lagi, keputusan ini diambil bukan karena tekanan politik semata, melainkan karena kesadaran diri dan komitmen terhadap nilai-nilai luhur demokrasi.
Ia membuktikan bahwa dalam dunia politik yang sering dianggap penuh pragmatisme, masih ada ruang untuk ketulusan dan prinsip. Sikapnya patut menjadi contoh tidak hanya bagi politisi muda, tetapi juga bagi partai-partai politik untuk menempatkan kehormatan lembaga di atas segalanya.
Rahayu Saraswati, yang merupakan keponakan dari Presiden Prabowo Subianto, dengan tegas menunjukkan bahwa ia tidak bersandar apalagi berlindung pada privilege keluarga. Ia memilih untuk berdiri di atas prinsip, bukan di balik nama besar.
Dalam kondisi politik yang seringkali didominasi oleh nepotisme dan impunitas, keberanian Saraswati untuk mengambil sikap yang mungkin tidak populer ini, menjadi bukti nyata bahwa politik yang bermartabat masih mungkin diperjuangkan.
Permintaan maaf dan pengunduran diri Saraswati bukanlah bentuk kelemahan, sebagaimana mungkin dipersepsikan oleh sebagian pihak. Justru sebaliknya, bagi saya ini adalah manifestasi dari ketulusan dan tanggung jawab, bahkan ketika dirinya tidak sepenuhnya bersalah dalam persoalan yang menjadi sorotan.
Di tengah maraknya upaya menghindar dari tanggung jawab oleh para pejabat publik, tindakan Saraswati menjadi pengecualian yang membanggakan.
Lebih dari itu, langkah Saraswati juga menjadi pukulan telak bagi partai-partai lain yang dalam situasi serupa hanya memilih langkah "menonaktifkan" kader mereka di DPR. Publik sadar bahwa istilah nonaktif dalam konteks anggota legislatif tidak memiliki landasan hukum yang kuat dalam sistem tata negara kita.
Ini bukan solusi, melainkan sekadar manuver politik untuk meredam eskalasi kemarahan rakyat. Upaya semacam ini justru merusak martabat lembaga legislatif, karena mengaburkan makna pertanggungjawaban yang seharusnya tegas dan transparan.
Saraswati telah menunjukkan jalan bahwa menjaga kehormatan lembaga DPR jauh lebih penting daripada sekadar mempertahankan kursi kekuasaan. Ia memberi contoh bahwa loyalitas terhadap bangsa dan rakyat harus melampaui loyalitas kepada partai atau jabatan. Ketika politisi lain sibuk membangun pencitraan, Saraswati memilih untuk mempertahankan nilai.
Pernyataannya saat menyampaikan pengunduran diri; "Berserah tidak sama dengan menyerah, dan perjuangan untuk Indonesia yang lebih baik tidak harus dari kursi di DPR", mencerminkan kedewasaan politik dan spiritualitas yang jarang kita temukan di antara para pejabat publik.
Saraswati tidak meninggalkan perjuangan, hanya mengubah medan tempurnya. Dan justru dari luar, ia mungkin bisa lebih bebas bersuara dan bergerak demi kepentingan rakyat.
Keputusan Saraswati adalah teladan, bukan hanya bagi politisi muda, tetapi bagi seluruh insan politik tanah air. Bahwa integritas bukan sekadar slogan, tetapi harus diwujudkan dalam tindakan konkret, meskipun itu berarti melepaskan jabatan terhormat.
Di saat banyak politisi berlomba-lomba mempertahankan kursi dengan segala cara, Saraswati memilih untuk pergi dengan kepala tegak. Semoga langkahnya menginspirasi banyak politisi lain untuk menempatkan integritas di atas segala pertimbangan pragmatis. Sebuah keputusan yang pantas dikenang dan dihormati.