Hobi
Intimasi dan Mental Toughness, Bagaimana Pelatih Futsal SMAN 2 Ngaglik Merawatnya?

Yoursay.id - Euforia kemenangan SMAN 2 Ngaglik yang telah berhasil menjuarai Preliminary Yogyakarta di ajang AXIS Nation Cup 2025 tidak hanya soal bagaimana strategi dirancang di atas lapangan, formasi futsal yang dipilih atau tentang hasil akhir yang terpampang di papan skor.
Di antara gemuruh chants suporter dan trofi berharga yang diraih, ada proses terjal yang berakar pada satu hal yang kerap tenggelam dari sorotan: intimasi komunikasi yang dibangun di antara pelatih dan pemain, dorongan motivasi yang tak lelah disuarakan hingga proses panjang membentuk ketangguhan mental para pemain tiap kali berlatih.
Stefanus Ragil atau yang akrab disapa Coach Ragil, ialah sosok arsitek yang berhasil merancang tim SMAN 2 Ngaglik meraih prestasi, bukanlah karakter pelatih yang hanya sebatas memberi instruksi. Dengan pengalamannya ketika membela Electric PLN (2012) hingga Tifosi Bhaskara (2013), sebagai mantan pemain profesional, ia sudah mafhum bahwa dunia futsal bukan cuma soal seberapa cantik teknik dan taktik diracik, melainkan juga tentang bagaimana seorang pelatih mampu mengelola hati dan pikiran para pemainnya.
Meskipun materi latihan dan posisi di futsal menjadi bagian yang penting, tapi jika tidak dibarengi dengan motivasi yang terjaga dan mental yang siap ditempa, strategi yang disusun di atas kertas bisa runtuh seketika.
Motivasi dan Motor Penggerak Performa
Motivasi adalah motor penggerak performa seorang atlet. Menurut Agustina (2021), dorongan ini bersifat fluktuatif, ia dipengaruhi oleh faktor internal maupun eksternal, mulai dari ambisi pribadi, dukungan tim hingga hubungan dengan pelatih. Seorang atlet yang mempunyai daya motivasi yang tinggi relatif tampil secara konsisten dan mampu melampaui batasannya.
Secara tak langsung Coach Ragil memahami hal ini. Ia tidak membedakan pemain ini dan cadangan, karena semuanya dianggap pemain kunci. Kepercayaan terhadap tim bukan sekedar retorika, tetapi diimplementasikan dalam pola interaksi yang intens, evaluasi yang membangun, dan keyakinan bahwa setiap pemain, meski ia masih duduk di bangku kelas X SMA, mempunyai potensi besar.
Intimasi, Bagaimana Ia Membangun Kemistri?
Dalam olahraga, komunikasi yang dibangun di antara pelatih dan pemain seringkali diasumsikan sebagai instruksi satu arah. Dalam pandangan kolot, pemain hanya dipandang layaknya bidak catur.
Namun, riset yang dilakukan Atwater (1983) dan Gunarsa (1996) menunjukan bahwa intimasi dengan emosional yang sehat mampu mengubah dinamika ini. Hubungan yang terbuka, saling menghormati dan membangun kepercayaan satu sama lain membuat pesan yang disampaikan pelatih lebih mudah dipahami dan dijalankan oleh para pemain.
Coach Ragil tidak sekedar memberikan perintah di lapangan, lebih dari itu, ia berupaya membangun hubungan interpersonal. Sebagai pelatih, ia perlu mendengar cerita pemain tentang banyak hal yang dapat mempengaruhi performa pemain di lapangan, seperti tentang tekanan ujian sekolah, cidera kecil yang kerap diabaikan, atau bahkan rasa insecure yang tampu diucapkan.
Kedekatan ini, menurut Cogan & Vidmar, menjadi landasan jangka panjang, karena para pemain akan lebih terbuka mengungkapkan permasalahan yang mereka hadapi. Di titik inilah letak perbedaan antara karakter pelatih yang sekedar memimpin dan pelatih yang mengkoneksikan.
Membangun Mental Toughness Sebagai Fondasi Pemain
Sebuah kompetisi tidak hanya dimenangkan oleh kelihain kaki mengolah bolah atau tentang bagaimana strategi diracik secara brilian, tapi juga oleh kepala yang dingin dan sikap dewasa di lapangan. Mental toughness atau ketangguhan mental merupakan kemampuan untuk mempertahankan fokus, kepercayaan diri, dan kemampuan untuk bangkit setelah menghadapi kegagalan.
Hal itu senada dengan hasil riset yang dilakukan oleh Fauzee dkk (2012) memperlihatkan bahwa seorang atlet yang mempunyai mental tangguh cenderung mempunyai kecemasan rendah, tetapi tetap tenang di keadaan yang genting, dan memiliki daya juang tinggi.
Dalam konteks ini, Coach Ragil tahu bahwa membangun mental tangguh tak bisa dihasilkan dari proses yang instan. Ia menciptakan iklim latihan yang menantang sekaligus mendukung, memberi ruang bagi pemain untuk akrab dengan gagal tapi tidak lupa caranya untuk belajar dan bangkit, memaklumi kesalahan sebagai bahan evaluasi dari proses pendewasaan. Filosofinya cukup sederhana: serupa dalam hidup, kemenangan bukan soal tak pernah jatuh, tapi tentang bagaimana caranya bangkit lebih cepat setiap kali menghadapi kejatuhan.
Menyulam Relasi Kolaborasi dalam Tim
Keberhasilan SMAN 2 Ngaglik juga tak terpisahkan dari kolaborasi erat yang dirawat antar pemain. Komunikasi tidak hanya membaur dari pelatih ke pemain, tapi juga antar-pemain. Mereka mampu saling memberi masukan, mendukung, dan bahkan berani mengkritisi demi kemajuan bersama dengan mengesampingkan ego individu. Bagaimanapun tim menjadi lebih sebatas kumpulan individu yang terpecah, ia bertransformasi menjadi keluarga kecil yang mempunyai visi seragam dan jarum kompas yang searah.
Penelitian Sutirta dan Sukendro (2020) menegaskan bahwa kreativitas pelatih dalam mendesain materi latihan dan membangun komunikasi interpersonal mempunyai dampak signifikan pada motivasi para pemain. Dalam konteks SMAN 2 Ngaglik, hal ini telah dibuktikan: pemain merasa dilibatkan sepenuhnya, dihargai dan diperlakukan sebagai mitra, bukan objek yang hanya di orkestrasi.
Keberhasilan SMAN 2 Ngaglik Merebut Suara Para Juara
Coach Ragil tidak berhenti usai meraih juara Preliminary Yogyakarta. Misinya adalah membawa anak-anak asuhnya menembus tangga profesional, baik berfokus di futsal maupun sepak bola. Namun ia pun sadar, akses menuju kesana cukup panjang, terjal dan penuh rintangan. Maka fokusnya saat ini bukan sekedar mempersiapkan strategi untuk Grand Final, tetapi juga membangun mental, motivasi dan hubungan kedekatan yang akan bertahan lebih lama dari sekedar satu pagelaran kompetisi yang temporer.
Kesuksesan SMAN 2 Ngaglik meraih kemenangan dalam AXIS Nation Cup 2025 yang digagas AXIS, adalah bukti bahwa prestasi lahir dari kombinasi antara mental yang ditempa, motivasi yang dijaga, serta komunikasi yang intim antara pelatih dengan pemain. Ketiganya membentuk ekosistem tim yang sehat dimana setiap individu merasa dilibatkan sepenuhnya, didengar dan didukung untuk terus tumbuh.
Apabila tim ini terus dirawat formulanya, bukan tidak mungkin suatu saat nanti kita akan menyaksikan nama-nama dari SMAN 2 Ngaglik hadir dalam papan skor di tingkat nasional, bahkan internasional. Dan jika itu terwujudkan, kita tahu siapa yang berdiri di balik panggung: pelatih yang memahami bahwa untuk membentuk mentalitas juara, ia mesti lebih dulu membangun manusianya.