hobi
Kepindahan Struick ke Liga Indonesia, dan Ketakutan Bakal Melekatnya Nasib Pemain Terdahulu

Kabut tebal masih mewarnai masa depan pemain muda Timnas Indonesia, Rafael Struick pasca tak lagi bekerja sama dengan klub asal Australia, Brisbane Roar. Meskipun secara resmi telah lepas dari klub yang berlaga di pentas tertinggi kompetisi sepak bola Negeri Kangguru tersebut beberapa waktu lalu, namun hingga saat ini belum ada pernyataan resmi dari klub ataupuan sang pemain, terkait pelabuhan baru dari penyerang yang dijuluki El Klemer tersebut.
Desas-desus terhangat, pemain berusia 22 tahun itu kini tengah berada dalam pendekatan intensif dengan salah satu klub Liga Indonesia, Dewa United. Menyadur rilisan laman Suara.com (30/6/2025), Dewa United bahkan dikabarkan memiliki banyak modal selain finansial untuk bisa menarik sang pemain untuk merapat.
Mulai dari fasilitas kelas tinggi yang dimiliki, kualitas skuat dan pelatih, hingga iming-iming berkompetisi di level Asia, menjadi sebuah penguat bargaining tersendiri yang dimiliki oleh pihak klub untuk mendatangkan Struick ke skuat.
Berlabuhnya Struick, dan Ketakutan Terhadap Kegagalan Pendahulu
Sejatinya, jikapun Rafael Struick nantinya benar-benar berlabuh ke Liga Indonesia bersama Dewa United atau mungkin klub lainnya, hal itu bukanlah sebuah masalah. Karena, bisa saja momen tersebut dipergunakan oleh sang pemain untuk batu pijakan sebelum di kemudian hari menyeberang ke liga yang lebih kompetitif.
Namun, yang ditakutkan oleh para penggemar sepak bola Indonesia adalah, potensi penurunan kualitas permainan seperti halnya yang terjadi pada pendahulunya, seperti Ezra Walian, Diego Michiels, Ruben Wuarbanaran, hingga Sergio van Dijk.
Sebelum dinaturalisasi oleh Indonesia, Ezra sendiri merupakan salah satu pemain yang cukup bisa diandalkan di lini serang klubnya. Dalam rekam jejak karier sang pemain di laman transfermarkt.com, Ezra yang meniti karier di tim muda Haarlem, AZ Alkmaar dan Ajax, sempat membuat Almere City kepincut untuk mendatangkan sang pemain.
Namun, yang paling mencolok tentu saja pemain andalan Adelaide United di Liga Australia, Sergio van Dijk. Setelah melanglang buana bersama klub-klub ternama seperti Sepahan, Brisbane Roar, dan Adelaide United yang melambungkan namanya, Sergio van Dijk sempat menjadi bagian dari tim Maung Bandung pada dua musim berbeda, yakni 2012/2013 dan 2015/2016.
Namun sayangnya, keganasan penyerang yang kerap dipanggil Serginho tersebut terkesan kurang maksimal saat tampil di Liga Indonesia kala itu. Dalam dua musimnya bersama Persib Bandung, Sergio Van Dijk tercatat hanya mampu melesakkan 20 gol dari 38 pertandingan, yang mana jumlah tersebut tentunya cukup menurun jika dibandingkan saat sang pemain membela dua klub asal Australia, yakni Adelaide United dan Brisbane Roar.
Dan lagi, penurunan yang dialami oleh Sergio van Dijk di kompetisi liga Indonesia, juga berimbas pada penampilannya bersama Timnas Indonesia. Dalam catatan transfermarkt, pemain yang mengakhiri karier pada tahun 2020 tersebut mendapatkan kesempatan bermain sebanyak 5 pertandingan bersama Timnas Indonesia, dan semuanya berakhir tanpa mampu mencetak gol barang satu kali pun.
Perbedaan iklim sepak bola, perbedaan iklim kompetisi, perbedaan gaya permainan klub-klub Indonesia dan Eropa, justru membuat penampilan pemain-pemain tersebut menurun tajam.
Pembelajaran-pembelajaran seperti ini tentunya perlu diwaspadai oleh Rafael Struick jika nantinya memutuskan untuk berkiprah di Liga 1 Indonesia. Perbedaan gaya bermain di kompetisi dalam negeri, bisa saja menjadi sebuah batu sandungan dalam upayanya untuk memperbaiki karier.
Terlebih, di usianya yang masih muda, Struick tentu lebih bijaknya menimba ilmu sebanyak-banyaknya di kompetisi yang lebih berkualitas, sembari menunggu pembenahan demi pembenahan yang kini tengah dilakukan para pemegang kebijakan di Liga Indonesia berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
Suara.com - CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS