Entertainment
Potret Jacob Elordi sebagai Monster di Film Frankenstein, Intip Trailernya!

Trailer resmi film Frankenstein garapan Guillermo del Toro akhirnya memperlihatkan sosok monster yang diperankan Jacob Elordi.
Ia beradu akting dengan Oscar Isaac yang berperan sebagai Victor Frankenstein, ilmuwan brilian sekaligus pencetus eksperimen tak lazim yang membangkitkan sang monster.
Poster terbaru turut dirilis. Dalam satu lembaran bernuansa sepia, Jacob Elordi terlihat menjulang dengan mantel bulu tebal yang menambah aura mengancam.
Wajahnya penuh bekas luka, sementara salah satu tangannya tampak tanpa kulit hingga memperlihatkan urat dan jaringan merah di baliknya.
Rambut panjang berminyak membingkai wajahnya, namun tak cukup untuk menyamarkan sorot mata merah menyala yang memancarkan kesan mengintimidasi.
Sementara dalam cuplikan trailer, makhluk ciptaan Victor itu tampak memburu sang penciptanya, digelayuti visi tentang kehidupan lampau tubuhnya.
Sang makhluk terlihat menembus hujan peluru dan menyerang kapal yang karam dengan kekuatan penuh yang diberikan penciptanya, disertai amarah besar akibat sikap acuh sang ilmuwan.
Frankenstein sebelumnya telah melakukan pemutaran perdana dunia di kompetisi utama Venice International Film Festival ke-82 pada Agustus lalu, sebelum berlanjut ke sesi presentasi khusus di Toronto International Film Festival (TIFF) awal September.
Penampilan Jacob Elordi langsung menuai banyak pujian dari kritikus yang menilai aktingnya sebagai sorotan utama di antara para pemain.
Ia dianggap mampu menghadirkan perpaduan kemanusiaan yang mentah dengan intensitas emosi yang begitu dalam ke dalam peran sang makhluk.
Selain Oscar Isaac dan Jacob Elordi, jajaran pemain turut diisi oleh Mia Goth (X, Emma), Felix Kammerer (All Quiet on the Western Front), Lars Mikkelsen (The Witcher, Ahsoka), David Bradley (Guillermo del Toro’s Pinocchio, Harry Potter), Christian Convery (Sweet Tooth), Charles Dance (Game of Thrones, Mank), dan Christoph Waltz (Inglourious Basterds, Django Unchained).
Salah satu hal yang paling disukai penggemar dari karya-karya Guillermo del Toro adalah visinya yang khas dan orisinal dalam setiap cerita yang ia bawakan, hingga ke detail visual terkecil sekalipun.
Sosok monster di film Frankenstein hadir dengan tampilan yang lebih artistik dan estetis dibandingkan versi-versi sebelumnya. Guillermo del Toro sendiri pernah menjelaskan bahwa begitulah ia selalu membayangkan wujud sang makhluk sejak lama.
Pendekatan seperti ini diyakini akan memberi penonton sudut pandang baru terhadap karakter dan kisah klasik tersebut, yang sudah diadaptasi berkali-kali sejak novel karya Mary Shelley pertama kali terbit pada tahun 1818.
“Sejak pertama kali saya mulai menggambar sosok makhluk itu di akhir tahun 70-an hingga awal 80-an, saya tahu saya tidak ingin bekas luka yang simetris, juga tidak ingin jahitan atau penjepit. Yang menurut saya menarik adalah membuatnya seperti puzzle. Saya ingin dia terlihat indah, seperti sesuatu yang baru lahir, karena sering kali Frankenstein digambarkan seperti korban kecelakaan. Padahal Victor sama artistiknya dengan seorang seniman sekaligus ahli bedah, jadi potongan-potongan itu harus punya makna estetis," kata Guillermo del Toro, dikutip pada Kamis (2/10/2025).
"Saya selalu membayangkannya seakan terbuat dari pualam. Ada satu hal yang tidak pernah saya pahami dari versi-versi lain: kenapa Victor memakai begitu banyak bagian dari banyak tubuh? Kenapa dia tidak langsung menghidupkan kembali seseorang yang meninggal karena serangan jantung? Jawaban saya adalah, bagaimana jika tubuh-tubuh itu berasal dari medan perang? Maka Victor harus menemukan cara untuk menyatukan jasad-jasad itu secara harmonis.” ujarnya kembali.
Sejauh ini, Frankenstein meraih skor 80% di Rotten Tomatoes dari 87 ulasan yang telah dipublikasikan. Film ini siap hadir di platform Netflix pada 7 November 2025.
Para kritikus menyebut penonton bisa menantikan desain produksi yang memukau, pengambilan gambar brilian, serta sinematografi menawan yang memperlihatkan apresiasi mendalam pada novel klasik yang menjadi sumber inspirasinya.
Tak hanya itu, versi terbaru kisah ini juga disebut menyimpan kedalaman emosional tak terduga. Hal ini menjadikannya lebih dari sekadar horor konvensional, melainkan sebuah eksplorasi penuh renungan tentang arti kemanusiaan.